PAKAIAN ADAT JEPANG
Kimono
(着物) adalah pakaian
tradisional Jepang. Kata ini berasal dari dua kata yaitu ki (着) dari kata kiru (着る) yang berarti pakai atau
memakai dan mono (物) untuk menyebut barang. Terdapat banyak macam dan variasi dari kimono.
Penggunaannya pun dapat berbeda-beda tergantung situasi dan kondisi serta
status orang yang mengenakan kimono tersebut. Umumnya dewasa ini kimono hanya
digunakan pada kesempatan khusus. Penngunaan kimono sebagai pakaian sehari-hari
hanya populer hingga tahun 1960-an. Sejak saat itu hingga kini masyarakat
Jepang mulai beranjak ke pakaian barat (disebut juga youfoku) yang mulai masuk
ke Jepang sejak jaman Meiji.
Kimono wanita
1. Furisode (振袖)
Adalah jenis kimono formal yang diperuntukan untuk wanita muda yang belum
menikah. Ciri khas kimono jenis ini adalah bukaan pada ketiak yang membentuk
kantong tidak berjahit (tamato). Tamato ini dibuat memanjang ke bawah hingga
mata kaki. Selain itu, ciri khas lainnya adalah warnanya yang umumnya cerah
atau warna pastel dengan motif bunga, tanaman, keindahan musim, hewan atau
burung. Furisode adalah pakaian paling formal untuk wanita yang belum menikah.
Karena itu, biasanya hanya digunakan untuk menghadiri acara resmi seperti pesta
pernikahan, omiai dan upacara resmi lainnya seperti saijin shiki, wisuda atau
upacara setelah wisuda (shaokai).
Furisode juga merupakan pakaian yang digunakan sebagai baju pengantin wanita.
Penggunaan firisode sebagai baju pengantin dipadukan dengan sebuah mantel yang
disebut uchikake. Pakaian pengantin ini (furisode+uchikake) disebut hanayome
ishō. Furisode untuk pakaian pengantin agak berbeda dari furisode biasa dari
warnanya yang lebih cerah dan motif yang digunakan umumnya dipercaya
mendatangkan keberuntungan seperti motif burung jejang. Shiromuku adalah
sebutan untuk baju pengantin wanita tradisional berupa furisode berwarna putih
bersih dengan motif tenunan yang juga berwarna putih.
Berdasarkan
lebar lengan, furisode terdiri dari tiga jenis: ōburisode (furisode besar,
lebar lengan sekitar 114 cm), chūburisode (furisode sedang, lebar lengan dari
90 cm hingga sekitar 102 cm), dan koburisode (furisode kecil, lebar lengan dari
70 cm hingga sekitar 80 cm).
2. Tamesode (貯め袖)
Adalah kimono paling formal yang digunakan oleh wanita yang sudah menikah. Berdasarkan warna kain, tamesode dibedakan atas kurotamesode (tamesode hitam) dan irotamesode (tamesode berwarna).
Kurotamesode hanya dikenakan sebagai pakaian formal ke pesta pernikahan sanak keluarga, pesta-pesta, serta upacara yang sangat resmi. Bahan untuk kurotomesode adalah kain krep hitam tanpa motif tenun. Corak pertanda keberuntungan seperti burung jejang atau seruni berada pada bagian bawah kimono. Posisi corak kain disesuaikan dengan usia pemakai, semakin berumur pemakainya, corak kain makin diletakkan di bawah. Lambang keluarga berjumlah lima buah: satu di punggung, sepasang di belakang lengan, dan sepasang di dada bagian atas.
Irotamesode juga dibuat dari kain krep berwarna,
bisa dengan motof tenun atau tanpa motif tenun. Lambang keluarga umumnya berada
di tiga tempat yaitu di punggung dan dikedua lengan bagian belakang atau cukup
dengan satu lambang keluarga di punggung. Umumnya irotamesode digunakan untuk
menghadiri pesta pernikahan sanak saudara, pesta dan upacara resmi. Untuk pesta
atau acara pernikahan di Istana juga harus memakai irotamesode, karena
kurotamesode yang berwarna hitam identik dengan warna duka. Irotamesode juga
dapat digunakan oleh wanita yang belum menikah tapi sudah berumur dan tidak
ingin memakai homongi.
3. Homongi (訪問着) Adalah kimono formal yang dapat digunakan baik oleh wanita yang sudah menikah
atau belum menikah. Tingkat formalitasnya satu tingkat dibawah irotamesode.
Homongi dipakai sewaktu diundang ke pesta pernikahan yang bukan diadakan sanak
keluarga, upacara minum teh, merayakan tahun baru, dan pesta-pesta. Sewaktu
membeli kimono, pemakai bisa memesan lebar lengan kimono sesuai keinginan.
Wanita yang belum menikah memakai homongi dengan bagian lengan yang lebih
lebar.Ciri khas homongi disebut eba (絵羽) yakni corak kain yang saling tepat bertemu di
perpotongan kain (bagian jahitan kimono).
4. Tsukesage (着け下げ) Adalah kimono semiformal untuk wanita yang sudah atau belum menikah. Menurut
tingkatan formalitas, kedudukan tsukesage hanya setingkat dibawah homongi.
Kimono jenis ini tidak memiliki lambang keluarga. Tsukesage dikenakan untuk
menghadiri upacara minum teh yang tidak begitu resmi, pesta pernikahan, pesta
resmi, atau merayakan tahun baru.
5. Komon (顧問) adalah kimono santai untuk wanita yang sudah atau belum menikah. Ciri khas
kimono jenis ini adalah motif sederhana dan berukuran kecil-kecil yang
berulang. Komon dikenakan untuk menghadiri pesta reuni, makan malam, bertemu
dengan teman-teman, atau menonton pertunjukan di gedung.
6. Tsumugi (紬) adalah kimono santai untuk dikenakan sehari-hari di rumah oleh wanita yang
sudah atau belum menikah. Walaupun demikian, kimono jenis ini boleh dikenakan
untuk keluar rumah seperti ketika berbelanja dan berjalan-jalan. Bahan yang
dipakai adalah kain hasil tenunan sederhana dari benang katun atau benang sutra
kelas rendah yang tebal dan kasar. Kimono jenis ini tahan lama, dan dulunya dikenakan
untuk bekerja di ladang.
7. Iromuji (色無地) adalah kimono semiformal, namun bisa dijadikan kimono formal bila iromuji
tersebut memiliki lambang keluarga (kamon). Sesuai dengan tingkat formalitas
kimono, lambang keluarga bisa terdapat 1, 3, atau 5 tempat (bagian punggung,
bagian lengan, dan bagian dada). Iromoji dibuat dari bahan tidak bermotif dan
bahan-bahan berwarna lembut, merah jambu, biru muda, atau kuning muda atau
warna-warna lembut. Iromuji dengan lambang keluarga di 5 tempat dapat dikenakan
untuk menghadiri pesta pernikahan. Bila menghadiri upacara minum teh, cukup
dipakai iromuji dengan satu lambang keluarga.
8. Yukata (浴衣) adalah kimono santai yang dibuat dari kain katun tipis tanpa pelapis untuk
kesempatan santai di musim panas.
Kimono pria
1.
montsuki
Kimono pria yang dibuat dari bahan berwarna gelap seperti hijau tua, coklat tua, biru tua, dan hitam. Kimono paling formal berupa setelan montsuki hitam dengan hakama dan haori
Bagian punggung montsuki dihiasi lambang keluarga pemakai. Setelan montsuki yang dikenakan bersama hakama dan haori merupakan busana pengantin pria tradisional. Setelan ini hanya dikenakan sewaktu menghadiri upacara sangat resmi, misalnya resepsi pemberian penghargaan dari kaisar/pemerintah atau seijin shiki.
Kimono pria yang dibuat dari bahan berwarna gelap seperti hijau tua, coklat tua, biru tua, dan hitam. Kimono paling formal berupa setelan montsuki hitam dengan hakama dan haori
Bagian punggung montsuki dihiasi lambang keluarga pemakai. Setelan montsuki yang dikenakan bersama hakama dan haori merupakan busana pengantin pria tradisional. Setelan ini hanya dikenakan sewaktu menghadiri upacara sangat resmi, misalnya resepsi pemberian penghargaan dari kaisar/pemerintah atau seijin shiki.
2. kinagashi
Pria mengenakan kinagashi sebagai pakaian sehari-hari atau ketika keluar rumah pada kesempatan tidak resmi.
Pria mengenakan kinagashi sebagai pakaian sehari-hari atau ketika keluar rumah pada kesempatan tidak resmi.
sumber : www.kaskus.co.id
0 komentar:
Posting Komentar