Sampai saat ini pendidikan lebih
mengarah kepada bagaimana siswa mampu menguasai materi ajar tanpa melihat aspek
apektif dan psikomotoriknya. Alhasil, output dari siswa adalah penguasaan
materi secara verbal. Selain itu, aspek apektif dan psikomotor yang kurang
dalam pembelajaran menyebabkan kecenderungan siswa yang tidak memahami attitude
sebagai contoh output generasi bangsa yang tidak mau “mendengarkan”. Hal
tersebut berdasarkan pengalaman berbagai seminar di perguruan tinggi khususnya
bagi mahasiswa ketika pembicara sedang memaparkan persentasinya di depan aula,
jarang sekali ada mahasiswa yang mendengarkan. Pada dasarnya mereka sering
sekali membuat acara dalam acara, sehingga kerap kali moderator menegur sampai
ada juga yang meluapkan kemarahannya dengan nada tinggi. Jadi, kesimpulannya
apa yang salah dari system pendidikan?. Memang aspek apektif merupakan factor
penting dalam pembelajaran tetapi menjadikan siswa paham attitude dan peduli
bukan hal yang mudah untuk dibentuk.
Saat ini seni kartun mulai digeluti
oleh berbagai pihak selain sebagai media hiburan juga sudah digunakan sebagai
media interaktif dalam pembelajaran. Kenapa disebut sebagai media interaktif?,
karena audience atau penonton dibawa untuk masuk kedalam cerita dan secara
tidak langsung penonton berinteraksi dan masuk kedalam imajinasi tokoh-tokoh
kartun tersebut. Sehingga alam bawah sadarnya mengsugestikan perilaku tokoh
kartun tersebut kedalam dunia nyata. Contohnya kartun Upin dan Ipin banyak
mengsugestikan penontonnya untuk menggunakan dialek bahasa Malaysia, seperti
dalam adegan siswa memberi hormat kepada guru “selamat pagi, Cikgu?”. Sehingga
secara tidak langsung penonton menirukan tokoh kartun tersebut.
Berkaitan dengan media pembelajaran,
kartun dapat menjadi media yang cocok dalam pembelajaran di sekolah ataupun di
rumah. Namun, yang menjadi kendala adalah kartun yang membanjiri imajinasi
anak-anak adalah kartun dari luar seperti anime dari Jepang dan Walt Disney
dari Amerika. Hal tersebut didukung oleh perkembangan teknologi yang ada di
Negara-negara tersebut, sehingga dapat menginovasi berbagai teknologi yang
telah ada. Selain itu kartun yang dibuat oleh Negara tersebut menjadi media
mempromosikan budaya meraka. Alhasil, banyak remaja-remaja khususnya yang ada
di Indonesia yang sangat tertarik dengan kartun, terutama anime dari Jepang.
Sehingga banyak dari mereka yang tertarik mempelajari budaya Jepang dan ingin
mengetahui lebih dalam mengenai Negara Jepang dengan berkunjung ke Negara
Sakura tersebut.
Melalui pengamatan ini, dapat
disimpulkan bahwa seni kartun dapat dijadikan media pembelajaran terutama dalam
hal attitude disamping sebagai media dalam melestarikan budaya Indonesia
melalui inovasi teknologi kartun yang sedang berkembang saat ini. Selain itu,
seni kartun dapat dijadikan sebagai bentuk pengapresiasian bakat yang dimiliki
oleh siswa terutama. Selain melatih psiikomotor dari siswa, seni kartun dapat
dikembangkan sebagai media kritik terhadap fenomena ataupun sebagai media
historis. Seperti halnya seni kartun sebagai apresiasi terhadap sejarah,
melalui seni ini peristiwa-peristiwa saat ini dapat dituangkan dalam bentuk
cerita dengan sentuhan kartun. Alhasil, kartun dapat dijadikan sebagai media
menuangkan peristiwa-periatiwa sejarah sehingga pembaca di masa depan tidak
merasa jenuh dengan tulisan-tulisan sejarah yang ada pada umumnya sekarang.
Tulisan ini saya buat sebagai bentuk
apresiasi kecintaan saya terhapa seni kartun. Banyak hal yang dapat diambil
dari cerita-cerita dan seni kartun tersebut. Kecintaan saya terhadap kartun
banyak dipengaruhi oleh anime dari Jepang, sehingga menyebabkan saya sangat
berminat sekali dengan seni Jepang. Walaupun pada dasarnya banyak sekali orang
yang memandang sebelah mata mengenai kartun terutama di Indonesia.
oleh : Pebriani Rizki Ali (Social Studies)
0 komentar:
Posting Komentar